CeritaInspiratif Kisah Seorang Anak Gelandangan. Cerita Inspiratif nilai dari sebuah keikhlasan dan kegigihan. Banyak sekali cara Tuhan untuk mengingatkan kita, pentingnya menghargai orang lain yang memiliki kekurangan, baik itu fisik maupun materil. Tidak ada satu orangpun di dunia ini yang meminta untuk dilahirkan seperti itu, mereka juga Ikhtisar Ikhlas adalah salah satu buah dari tauhid yang sempurna kepada Allah Yang Mahasuci lagi Mahatinggi. Ikhlas adalah soal Tauhid. Soal keyakinan, soal kepercayaan. Yakin dan percaya akan seruan Allah dan Rasul-Nya. Yakin dan percaya akan Janji-Janji Allah. Yang lain menyebut “tidak ikhlas,” saya lebih memilih menyebut “saking percayanya sama Allah lalu saya melakukannya.” Yang lain menyebutnya “tidak ikhlas,” saya lebih memilih menyebutnya “berharap sama Allah.” Dan yang lain menyebutnya sebagai pamrih atas ibadah-ibadah yang dilakukan karena dunia, saya lebih kepengen meyakininya sebagai sebuah keutamaan jalan sebab yang memberikan petunjuk adalah Yang Memiliki Dunia yang juga menyuruh kita beribadah. Ikhlas juga mencakup semua ketaatan, ikhlas juga meliputi semua yang Allah kasih kepada kita, ikhlas dalam cinta, dalam iman dan Islam. Agar Ibadah Kita Diterima-Nya Sesungguhnya Allah Swt hanya menerima IBADAH seorang hamba yang benar-benar memurnikan keikhlasan dalam amalnya tersebut, dan ibadah tersebut sesuai dengan tuntunan Rasul-Nya. Jika ada kadar 0,01 % kekotoran syirik dalam amalan tersebut, maka Allah tidak akan menerima amalan tersebut! jika amalan tersebut diamalkan tidak seperti apa yang Allah syari’atkan melalui Rasul-Nya, maka amalnya tertolak. Dalilnya, Rasulullah Saw bersabda “Sesungguhnya Allah tidak menerima satu amalan kecuali dengan ikhlas dan mengharap wajah-Nya.” Dalam shalat kita membaca ayat dalam surah Al-Fatihah yang artinya, “Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” Dan bukankah dalam shalat kita juga mengucapkan “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, matiku, semuanya hanya untuk Allah?” Tapi kenyataannya, sangat sulit merealisasikan ikhlas dalam setiap perbuatan kita. Niat segala perbuatan kita ternyata bukan lagi untuk mencari ridha Allah. Tapi niat kita adalah untuk mencapai kepentingan pribadi, dan kepentingan duniawi. Niat Ikhlas ini sering pula disusupi oleh sifat ujub dan riya’. Perbuatan kita lakukan untuk membanggakan diri, dan ingin dipuji oleh manusia. Ya, mencari ridha manusia. Saya sering menyebut tidak mengapa kita melakukan ibadah dan mengejar apa yang Allah janjikan. Ketika yang lain menamakan pamrih dan atau tidak ikhlas, saya menyebutnya Iman. Percaya. Karena saya percaya sama apa yang diseru Allah dan Rasul-Nya, lah ya saya kerjakan. Ketika Allah dan Rasul-Nya menyuruh dhuha agar rezeki terbuka, dan atau menjanjikan keutamaan dhuha bisa begini dan begitu, ya saya sambut. Saya kerjakan. Sepenuh hati. Ini juga namanya Ikhlas. Bahasa entengnya Nurut. Tunduk. Kita percaya sama Allah. Masa janji yang dijanjikan oleh Yang Maha Benar kita sia-siakan? Iya gak? Sambut, percaya, yakini, dan jalankan. Manteb. Pendahuluan / Prolog Pendahuluan Segala puji bagi Allah, hanya kepada-Nya kami memuji, meminta pertolongan dan ampunan. Kami berlindung kepada Allah dari segala kejahatan nafsu dan amal perbuatan kami. Barangsiapa diberi petunjuk oleh Allah Swt, maka tidak ada yang bisa menyesatkannya dan barangsiapa yang disesatkan, maka tidak ada yang bisa diluruskannya. Saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah yang Maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad Saw adalah utusan Allah. Kunci diterimanya amal ibadah adalah harus ikhlas dalam menjalankan amal ibadah. Ikhlas merupakan tolok ukur atau kunci diterima tidaknya seseorang di dalam melaksanakan amal ibadah. Kata kunci ikhlas adalah melakukan segala sesuatu yang baik semata-mata hanya mengharap kepada Allah Swt saja tidak mengharap kepada selain Allah Swt. Hanya kepada Allah Swt yang dituju sehingga jika mendapat pujian dari seseorang atau tidak, tidak menjadikannya sombong atau lupa diri dan tidak kecewa karena yang dituju hanya Allah semata. Hatinya orang yang ikhlas pasti dijamin tenang tidak mudah terpengaruh oleh pujian atau celaan dari siapa saja baik dari kawan maupun lawan. Orang yang beramal ibadah dengan ikhlas walaupun capek tidak terasa capek bahkan terasa ringan karena yang dituju adalah Ridha-Nya semata. Dalam ajaran Islam diterima tidaknya amal ibadah seseorang bergantung pada niatnya. Jika niatnya salah yaitu tidak niat mengharap ridha-Nya maka akan berakibat amal ibadahnya tidak diterima oleh Allah Swt. Mengerjakan amal ibadah dengan ikhlas perlu kita jaga dengan baik dan berhati-hati, apabila tidak kita jaga dengan baik dan berhati-hati dalam beramal bisa dengan mudah amalan yang kita kerjakan menjadi amalan sia-sia di hadapan Allah Swt. Kita dalam beramal harus benar-benar murni mengharap ridha Allah Swt. Imam Ghazali pernah berkata bahwa setiap orang akan hancur binasa kecuali orang-orang yang berilmu ulama dan setiap orang yang berilmu akan hancur binasa kecuali orang-orang yang mengamalkan ilmunya dan setiap orang yang mengamalkan ilmunya akan hancur binasa kecuali orang-orang yang ikhlas dalam beramal ibadah. Keikhlasan berada pada garis yang paling mulia.“ Ingatlah bahwa ikhlas kepada Allah Swt juga akan menyelamatkan badan dan jiwa dari semua derita! Pernyataan ini bukan sekadar bualan, melainkan sudah teruji dan terbukti pada orang-orang yang memiliki keutamaan dan kemuliaan, khususnya para Nabi, para sahabat Nabi, dan Tabi’in. Mereka telah mendapatkan kemenangan, keberuntungan, dan kesuksesan di dunia, begitu pula di akhirat. Untuk itu, buku ini sangat diperlukan untuk menjelaskan keutamaan dan bentuk-bentuk ikhlas, serta menjelaskan bahaya riya dan cara pencegahannya dan penjelasan-penjelasan lain yang bermanfaat. Buku ini didasarkan pada Al-Qur’an dan hadits-hadits yang kuat yang telah diteliti dan dikoreksi oleh para ahli hadits, tujuannya agar latar belakang penulisan buku ini benar-benar dapat dicapai. Semoga Allah menjadikan amal kami murni karena-Nya, dan semoga buku ini akan memberikan manfaat bagi kami pada hari kiamat dan akan melindungi kami pada hari orang-orang bermuka masam penuh kesulitan. Daftar Isi Pengantar Pengantar Ust. Yusuf Mansur Pendahuluan Daftar Isi BAB I - Ikhlas Kunci Utama Diterimanya Amal Ibadah A. Manisnya Ikhlas, Bahayanya Riya dan Syirik B. Ancaman dan Tipu Daya Setan C. Ikhlas Kunci Kesuksesan D. Kemenangan Nabi Yusuf As Adalah karena Keikhlasan E. Kisah Ikhlasnya Seorang Anak yang Beriman F. Kisah Ikhlasnya Nabi Ibrahim As dan Istrinya G. Amal Shalih yang Didasari Takut Kepada AllahMerupakan Salah Satu Implementasi Ikhlas H. Doa Orang yang Dizalimi dan Ditindas Mustajabah I. Manfaat Bergaul dengan Orang yang Ikhlas J. Keutamaan Ikhlas dalam Mengamalkan Ajaran Agama 1. Ikhlas dalam Bertauhid 2. Ikhlas dalam Niat 3. Ikhlas dalam Shalat 4. Ikhlas dalam Bersujud 5. Ikhlas dalam Menghiasi Malam Ramadhan 6. Ikhlas dalam Menghidupkan malam Lailatul Qadr 7. Ikhlas dalam Mencintai Masjid 8. Ikhlas dalam Perjalanan untuk Shalat 9. Ikhlas Menunggu Shalat Jamaah di Masjid 10. Ikhlas Menjawab Azan 11. Ikhlas dalam Berpuasa 12. Ikhlas dalam Mengeluarkan Zakat 13. Ikhlas dalam Bersedekah 14. Ikhlas dalam Menunaikan Ibadah Haji 15. Ikhlas Ingin Mati Syahid 16. Ikhlas dalam Ketetapan Hati 17. Ikhlas Siap untuk Berperang 18. Ikhlas dalam Berjihad 19. Ikhlas dalam Bertaubat 20. Ikhlas dalam Beristighfar 21. Ikhlas dalam Menangis 22. Ikhlas dalam Berzikir 23. Ikhlas dalam Kejujuran 24. Ikhlas dalam Bersabar 25. Ikhlas Dalam Bertawakkal 26. Ikhlas dalam Mencintai 27. Ikhlas dalam Bersilahturrahim di Jalan Allah 28. Ikhlas dalam Berbakti kepada Orangtua 29. Ikhlas dalam Meninggalkan Kemungkaran 30. Ikhlas dalam Memberikan Upah 31. Ikhlas dalam Niat Meskipun Belum Berbuat 32. Ikhlas dalam Berzuhud 33. Ikhlas Dalam Bertawadhu’ Rendah Hati 34. Ikhlas dalam Membangun Masjid 35. Ikhlas Berziarah ke Masjid Rasulullah Saw UntukBelajar dan Mengajar 36. Ikhlas dalam Menyiapkan Perang dan MemberikanTeladan 37. Ikhlas Mengantarkan Jenazah Muslim 38. Ikhlas dalam Memberikan Makanan 39. Ikhlas dalam Berdoa K. Keikhlasan Semu BAB II - Bahaya Riya, Mengetahui Penyebab dan Upaya Menghindarinya A. Bahasa tubuh Riya’ badani B. Perbuatan yang Nampaknya Syirik atau Riya, tetapiBukan C. Obat dan Upaya Menghindari Riya’ 1. Mengetahui keagungan Allah, nama-nama-Nya, sifatsifat-Nya, dan mengetahui keesaan-Nya sesuai dengankemampuannya 2. Mengetahui siksa dan kenikmatan alam kubur 3. Mengetahui Hadits-Hadits Tentang Siksa Kubur 4. Mengetahui Janji Allah Kepada Orang-Orang yangBertakwa di Surga 5. Mengingat Mati dan Bersikap Realistis 6. Mengetahui Hakikat Dunia dan Kefanaannya 7. Berdoa 8. Memunculkan Rasa Takut Akan Munculnya Riya’Setelah Beramal 9. Membiasakan Menyembunyikan Amal Baik Kecualidalam Keadaan Mendesak 10. Bersahabat dengan orang yang ikhlas, shalih danbertakwa 11. Takut Terhadap Riya’ 12. Menjauhi Celaan Allah 13. Ingin Dicintai Allah daripada Manusia 14. Mengetahui Apa Yang Ditakuti Setan D. Perbuatan yang Ditakuti Setan BAB III - Ikhlas dan Rahasia Kedahsyatannya A. Akibat-akibat Riya’ B. Beberapa Hadits Shahih Mengenai Ikhlas dan KecamanTerhadap Riya’ dari Kitab “at-Targhib wa at-Tarhib” C. Nasihat dan Kata Mutiara Yang Berkaitan dengan Ikhlas D. Kata Mutiara dari Orang-orang Salaf Mengenai Niat,Ikhlas dan Bahaya Riya’ E. Kisah Inspiratif Rahasia Kedahsyatan Ikhlas 1 Kisah Kakek dan Pencuri Pepaya 2 Kisah Nenek yang Ikhlas 3 Bekerja Ikhlas Menuai Hasil yang Baik 4 Belajarlah untuk Ikhlas 5 Buah Keikhlasan [Sebuah Kisah Nyata] 6 Kisah Menarik Dahsyatnya Ikhlas Sedekah 7 Kisah Inspiratif tentang “Ikhlas” 8 Kisah Cerdiknya Seorang Pemuda yang Ikhlas 9 Ikhlas Itu Indah 10 Kisah Teladan Orang-Orang Ikhlas Kutipan BAB 1 / Ikhlas, Kunci Utama Diterimanya Amal Ibadah Sebelum Anda melangkah untuk melakukan amal ibadah, Anda harus tahu terlebih dahulu cara yang efektif agar amal ibadah dapat diterima oleh Allah Swt. Jangan sampai Anda berlelah-lelah beribadah tetapi tidak memperoleh apa-apa. Ingatlah! Banyak orang yang berlelah- lelah melaksanakan amal ibadah, namun hasilnya nihil, malah di akhirat ia harus bersiap-siap menghadapi siksaan dari Allah Swt. Rasulullah Saw telah memperingatkan dalam hadits berikut ini “Banyak orang berpuasa, tetapi ia tidak mendapatkan apa-apa kecuali rasa lapar. Banyak orang bangun shalat malam, tetapi ia tidak mendapatkan apa-apa kecuali keterjagaan saja.” HR. Ibnu Majah. Untuk itu, Anda harus tahu terlebih dahulu syarat agar amal ibadah yang kita lakukan diterima di sisi Allah Swt. Setidaknya ada dua syarat yang harus dipenuhi bila amal ibadah Anda diterima di sisi Allah Swt, yaitu Dalam melakukan amal ibadah yang dituju hanya ingin mencapai ridha Allah. Dalam melakukan amal ibadah harus mengikuti ketentuan yang telah diberikan oleh Allah dalam Al-Qur’an dan hadits Rasulullah dalam sunnahnya. Apabila salah satu dari dua syarat tersebut tidak dipenuhi, maka amal ibadah Anda tidak dapat dikatakan sebagai amal shalih. Implikasinya, amal ibadah Anda tidak diterima oleh Allah Swt, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah berikut ini “Katakanlah Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku “Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa.” Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendak-lah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya.” QS. Al-Kahfi 110 Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa Allah Swt hanya menerima “amal shalih” yang dilakukan dengan ikhlas hanya karena Allah Swt, bukan karena ada motivasi lain. Yang dimaksud “amal shalih” itu sendiri adalah semua amalan yang sesuai dengan ketentuan syara’. Syekh Al-Bani At-Tawassul anwa’uhu wa ahkamuhu. Al-Hafizh Ibn Katsir dalam tafsirnya juga menyebutkan bahwa ada dua syarat agar amal ibadah dapat diterima Allah Swt, yaitu perbuatannya dilakukan dengan ikhlas karena Allah, dan sejalan dengan syariat Allah dan Rasulullah, Muhammad Saw. Pendapat senada juga dikemukakan oleh al-Qadhi Iyadh dan ulama lainnya. A. Manisnya Ikhlas, Bahayanya Riya dan Syirik Setiap amal ibadah harus didahului dengan niat, sebagai-mana sabda Rasulullah Saw “Sesungguhnya seluruh amal ibadah bergantung pada niatnya.” Agar supaya niat memenuhi harapan, maka niat harus dilakukan dengan tulus ikhlas hanya karena Allah semata. Niat yang tidak ikhlas hanya akan membuat amal ibadah yang kita kerjakan sia-sia belaka. Allah hanya menerima amal ibadah yang dilakukan dengan penuh keikhlasan, yaitu hanya mengharapkan ridha dari-Nya. Sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah Swt berikut “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.” QS. Al-Bayyinah 5 Juga dalam firman-Nya “Katakanlah “Jika kamu Menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah Mengetahui.” Allah mengetahui apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” QS. Ali Imran 29 Dalam ayat ini Allah melarang perbuatan riya memamerkan amal kepada selain Allah. Karena riya akan menghapus amal ibadah yang telah dilakukan seperti yang dinyatakan Allah dalam firman-Nya “Dan Sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada nabi-nabi yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan Tuhan, niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” QS. Az-Zumar 65 Sikap riya sangat merugikan, karena riya dapat menghapus pahala orang yang melakukan amal ibadah. Untuk itu, dalam beberapa kesempatan kita dianjurkan senantiasa berdoa agar dijauhkan dari sifat riya, seperti doa ketika membaca talbiah yang diucapkan orang yang sedang menjalankan ibadah haji, sebagai berikut “Ya Allah jadikanlah haji kami haji yang tidak bercampur dengan sifat riya dan sum’ah.” HR. Adh-Dhiya dengan sanad yang shahih. Rasulullah Saw juga memberikan peringatan keras agar kita menghindari sifat riya, seperti yang tersebut dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Hurairah “Manusia pertama yang dihisab oleh Allah pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid. Kemudian Allah mendatanginya seraya menunjukkan pahala yang akan diperolehnya, maka tahulah dia pahala tersebut. Allah bertanya Apakah yang telah kamu perbuat? Dia menjawab, saya berperang hanya karena Engkau sampai saya mati syahid.’ Allah berkata, kamu telah berbohong, karena kamu berperang agar ada yang mengatakan, engkau pemberani!’, sebagaimana yang dikatakan orang. Kemudian Allah memerintahkan dia pergi seraya melemparkan amalnya ke mukanya sampai dia terlempar ke neraka. Kedua Kemudian orang yang menuntut imu kemudian mengajarkan ilmunya serta rajin membaca Al-Qur’an seraya menunjukkan nikmat-nikmat yang akan diterimanya, maka tahulah dia akan nikmat-nikmat itu. Allah bertanya, Apakah yang telah kamu perbuat?’ Dia menjawab, saya menuntut ilmu kemudian mengajarkannya dan saya rajin membaca Al-Qur’an karena Engkau.’ Allah menjawab, kamu berbohong, karena engkau belajar agar dikatakan kamu adalah orang yang pandai dan kamu membaca Al-Qur’an agar dikatakan kamu adalah Qari!’ Sebagaimana yang dikatakan orang. Kemudian Allah memerintahkan kepadanya seraya melemparkan amalnya ke mukanya sampai dia terlempar ke neraka. Ketiga Kemudian orang yang diberi kelapangan rezeki oleh Allah dan dia menyisihkan sebagian untuk sedekah. Allah menghampirinya sambil menunjukkan pahala yang akan diterimanya, maka tahulah dia pahala tersebut. Allah bertanya, Apa yang telah kamu perbuat?’ Dia menjawab, saya tidak pernah meninggalkan jalan yang Engkau cintai dalam menafkahkan harta, kecuali saya menafkahkan sebagian harta tersebut hanya karena Engkau’. Allah menjawab, Kamu berbohong, karena kamu berbuat seperti itu supaya kamu dikatakan orang dermawan!’ Sebagaimana yang dikatakan orang. Kemudian Allah memerintahkan kepadanya seraya melemparkan amal tersebut ke mukanya sampai dia terlempar ke neraka.’ HR. Imam Muslim. Dan hadits diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa dia mendengar Rasulullah Saw bersabda “Allah Swt berfirman Saya adalah sekutu yang paling tidak butuh dengan sekutu, barangsiapa beramal dengan menyekutukan Aku dengan selain Aku, maka Aku akan meninggalkan dia dan sekutunya.” HR. Imam Muslim Juga beliau Saw bersabda “Barangsiapa yang menuntut ilmu tidak karena mencari ridha Allah, maka dia hanya mendapat imbalan dunia, dia tidak mendapatkan bau surga pada hari kiamat.” HR. Abu Daud. Ternyatadayang Drati, yang kemudian diambil sebagai selir pun tidak ikhlas dalam melayani Abiyasa sebagai suaminya com tentang 7 Kisah Seksual Zaman Kuno Paling Aneh Di Dunia Akan tetapi, Raja Thailand kemudian mencopot gelar tersebut Seperti halnya raja-raja di dunia, Kaisar China pun juga didampingi selir-selir muda nan rupawan untuk
JAKARTA - Imam Abdul Karim bin Hawazin bin Abdul Malik, atau dikenal dengan sebutan Imam Qusyairi wafat 465 H dalam kitab tafsirnya memposisikan ikhlas sebagai landasan dari segala ibadah. Menurutnya, tanpa keikhlasan, semua amal ibadah atau amal shaleh tidak bisa diterima oleh Allah, dan hanya menjadi pekerjaan yang tidak membawa manfaat bagi orang yang mengerjakannya. Dalam kitbanya Lathaif al-Isyarat, Imam Qusyairi mengartikan ikhlas sebagai upaya memposisikan Allah SWT sebagai satu-satunya tujuan dan tulus melakukan segala amal kebaikan hanya untuk Allah SWT. Dengan keikhlasan, semua amal ibadah akan lebih sempurna dan lebih besar kemungkinan untuk diterima oleh-Nya. Ada sebuah kisah yang menerangkan pentingnya keikhlasan dalam melakukan segala sesuatu. Kisah ini berawal pada masa Imam Malik bin Anas, tepatnya ketika dia berupaya mengumpulkan hadits-hadits Rasulullah dalam satu kitab yang kini dikenal sebagai kitab Muwattha’. Inspirasi itu datang karena pada masanya, tidak banyak ulama yang berusaha mengumpulkan hadits dalam satu kitab khusus. Niat ini pertama kali dicetuskan oleh Khalifah Abu Ja’far Al-Manshur yang saat itu bertemu dengan Imam Malik dan melihat hafalan dan penjelasan beliau yang kuat tentang hadits Rasulullah. Khalifah pun memohon agar sang imam berkenan menuliskan kitab khusus yang berisi hadits-hadits Rasulullah. Namun Imam tidak langsung mengiyakan permintaan Abu Ja’far, karena menurutnya setiap orang memiliki metode dan cara masing-masing untuk mengetahui dan memahami hadits Rasulullah, sehingga tidak pantas jika hanya membatasi dengan pemahaman dari persepsinya saja. Namun akhirnya, Imam Malik mencoba mengakomodasikan hadits-hadits Rasulullah yang dia ketahui menjadi satu sembari mencari hadits lain yang beliau dia ketahui. Di sela-sela perjuangannya, mulai bermunculan orang-orang yang mengomentasi usahanya bahkan ingin menyainginya, kebanyakan dari mereka hanya ingin mendapatkan pujian dari khalifah atau masyarakat. Berbeda dengan Imam Malik yang tulus dan ikhlas mengumpulkan hadits Rasulullah tanpa ada niatan untuk mendapatkan pujian dari pihak mana pun. BACA JUGA Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Klik di Sini
DihadiahiMutiara Indah. Alkisah, hiduplah empat orang anak bersama ayah mereka yang sedang sakit. Faiz, sang anak bungsu selalu merawat Ayah mereka yang sedang sakit tersebut dengan tulus dan ikhlas. Sementara tiga anak lainnya tidak mau merawat sang Ayah. Saat sang Ayah meninggal, Faiz pun begitu sedih.
Oleh Rendy Setiawan* Masa kehidupan umat Islam yang terbaik adalah pada tiga generasi paling awal, yaitu masa nubuwwah dan sahabat, masa tabi’in, masa tabi’ut tabi’in. Yang dimaksud dengan masa nubuwwah adalah masa di mana Muhammad putra Abdullah diangkat menjadi nabi dan rasul oleh Allah ketika usia 40 tahun hingga beliau wafat pada usia 63 tahun. Kemudian masa sahabat, adalah masa di mana setiap orang yang hidup dan bertemu Rasulullah, kemudian mengimani apa yang dibawanya hingga ajal menjemputnya, maka selain yang ini, tidak masuk kategori sahabat. Masa tabi’in, adalah masa di mana setiap yang hidup dan bertemu sahabat nabi, kemudian mengimani apa yang disampaikan sahabat tentang ajaran Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Pun demikian dengan masa tabi’ut tabi’in. Inilah tiga masa yang pernah disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sebagai masa terbaik umat ini. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Sebaik-baik generasi adalah generasiku, kemudian generasi setelah itu, kemudian generasi setelah itu.” Riwayat Bukhari Pernahkah terbetik dalam benak pikiran, ketika membandingkan manusia modern sekarang dengan generasi dahulu dalam Islam? Generasi salafusshalih, sebaik-baik generasi. Generasi yang langsung dibimbing dan dididik oleh Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam. Generasi pertama yang langsung menerima wahyu Al-Qur’an dari Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam. Sampai-sampai generasi salafussalih diabadikan dalam Al-Qur’an. Mereka memiliki karakter yang khas, karakter Qur’ani. Generasi salafussalih adalah generasi yang menyambut seruan Allah Ta’ala dengan seluruh jiwa raganya, tanpa ragu sedikitpun. Mereka tidak ragu terhadap perintah-perintah-Nya. Mereka beriltizam dengan perintah-perintah dan larangan-Nya. Mereka menerima Islam secara totalitas, tak ada yang dikurangi sedikitpun, khususnya ketika menjalankan furu’ cabang, terlebih yang bersifat ushul pokok. Allah Ta’ala, mengingatkan kepada manusia bahwa perhiasan dunia yang Allah berikan, berupa harta dan anak, merupakan kekayaan yang dapat dinikmati sepanjang kehidupan dunia. Sahabat nabi adalah kumpulan orang-orang kaya, namun mereka ikhlas meninggalkan kekayaan mereka, mereka ikhlas menyerahkan hartanya, seluruh yang mereka punya, mereka ikhlas untuk berjuang di jalan Allah. Salah satu generasi terbaik yang pernah ada di muka bumi. Sampai-sampai Rasulullah sendiri melarang umatnya menghina sekecil apapun keburukan sahabat, Rasulullah bersabda, “Jangan kalian hina sahabatku…” Hal ini karena peranan sahabat yang ikhlas membantu dakwah Rasulullah. Bisa jadi, di antara kita masih ada yang bertanya, Apa sebenarnya makna ikhlas itu? Jika ditinjau dari sisi bahasa berasal dari kata “kholasho” yaitu kata kerja intransitif yang artinya bersih, jernih, murni, suci, atau bisa juga diartikan tidak ternoda tidak terkena campuran. Ikhlas menurut bahasa adalah sesuatu yang murni yang tidak tercampur dengan hal-hal yang bisa mencampurinya. Ikhlas juga mengandung arti meniadakan segala penyakit hati, seperti syirik, riya, munafik, dan takabur dalam ibadah. Ibadah yang ikhlas adalah ibadah yang dilakukan semata-mata karena Allah Ta’ala. Ikhlas merupakan ilmu tertinggi yang diberikan Allah Ta’ala kepada umat manusia, dan jika ilmu ini diterapkan dalam setiap langkah kehidupan, Allah Ta’ala menjanjikan limpahan berkah kebaikan bagi kita. Seperti halnya rezeki, jatah rezeki kita semua sama. Yang membedakan pendapatan rezeki kita adalah kualitas hidup kita atau kesesuaian hidup kita dengan kehendak-Nya. Maka dari itu, penulis mengajak pembaca yang dirahmati Allah untuk melihat kembali, merenungi kisah-kisah sahabat, kisah Abu Bakar, kisah Umar, kisah Utsman bin Affan, kisah Abdurahman bin Auf, dan seluruh sahabat ridwanullah ta’ala lainnya bagaimana cara mereka ikhlas dalam meninggikan kalimat-kalimat Allah. Sebagai contoh, bagaimana Abu Bakar menginfaqkan seluruh hartanya untuk dakwah Islam. Ini tidak akan pernah terjadi apabila tidak memiliki iman yang kuat, iman yang menusuk ke dalam hati. Semua digunakan fi sabilillah. Harta yang dimiliki oleh Abu Bakar hampir seluruhnya di-infaqkan. Sampai-sampai Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam menegur Abu Bakar, “Apa yang engkau gunakan membiayai hidupanmu dan keluargamu, wahai Abu Bakar, sesudah seluruh hartamu engkau sedekahkan?” Abu Bakar dengan tegas mengatakan, “Aku masih mempunyai Allah dan Rasul-Nya.” Sikap Abu Bakar mendapatkan cemooh sebagian kalangan masyarakat Madinah, atas sikapnya yang menyedekahkan dan menginfaqkan hartanya itu. Abu Bakar sudah tidak lagi hatinya tertambat dengan harta dan segala hal yang terkait dengan dunia. Abu Bakar rela melepaskan harta dan seluruh kekayaan yang dimiliki demi agama Allah, yang diyakininya. Tak ada ragu lagi. Karena, seluruh jiwa dan raganya hanya diarahkan dalam mencari ridha dan kemuliaan dari Allah Ta’ala. Atas sikapnya itu, kemudian diabadikan dalam Al-Qur’an فَمَآ أُوتِيتُم مِّن شَىۡءٍ۬ فَمَتَـٰعُ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا‌ۖ وَمَا عِندَ ٱللَّهِ خَيۡرٌ۬ وَأَبۡقَىٰ لِلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَلَىٰ رَبِّہِمۡ يَتَوَكَّلُونَ ٣٦ Artinya “Maka sesuatu apapun yang diberikan kepadamu, itu adalah keni’matan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakkal.” Qs. Asy-Syura [42] 36 Para sahabat, tidak sedikitpun memiliki keinginan menyelisihi. Ini karena ketaatan dan keikhlasan secara total dalam menjalani perintah-perintah Allah Ta’ala. Karena itu, seorang mukmin akan selalu mentaati batasan-batasan yang diberikan oleh Allah Ta’ala dalam menjalani hidup ini. Kesabaran dan keikhlasan orang-orang mukmin yang begitu luar biasa, dan terus memegang iman dan aqidahnya sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, membuat mukmin, mengungguli semua jenis manusia. Inilah yang diisyarakatkan oleh Allah Ta’ala. Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyah pernah mengatakan, “Amal tanpa keikhlasan seperti musafir yang mengisi penuh kantongnya dengan kerikil kecil. Memberatkannya tetapi tidak bermanfaat sama sekali.” Marilah kita berusaha meningkatkan ketaqwaan kepada Allah, menguatkan ketaatan kepada ulil amri yang berpegang teguh kepada Allah dan Rasul-Nya, menebalkan keikhlasan untuk berjuang dan berkorban dalam menegakkan serta menyiarkan dakwah Islam hingga Allah Ta’ala menurunkan karunia-Nya berupa kemenangan yang hakiki. Aamiin. R06/P1 Mi’raj Islamic News Agency MINA *Penulis adalah mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam STAI Al-Fatah Cileungsi
.
  • d0efc0txe8.pages.dev/550
  • d0efc0txe8.pages.dev/54
  • d0efc0txe8.pages.dev/395
  • d0efc0txe8.pages.dev/156
  • d0efc0txe8.pages.dev/518
  • d0efc0txe8.pages.dev/556
  • d0efc0txe8.pages.dev/825
  • d0efc0txe8.pages.dev/43
  • d0efc0txe8.pages.dev/789
  • d0efc0txe8.pages.dev/755
  • d0efc0txe8.pages.dev/521
  • d0efc0txe8.pages.dev/310
  • d0efc0txe8.pages.dev/41
  • d0efc0txe8.pages.dev/304
  • d0efc0txe8.pages.dev/531
  • kisah inspiratif tentang ikhlas